malam telah beranjak semakin larut
hari pun juga telah berganti mentari yang baru
kemarin, hari ini, esok takkan sama
aku ucapkan selamat tinggal untuk kamu,,,
aku takkan lagi menengok ke belakang
karena hanya akan membuatku semakin sulit
aku putuskan akhiri semua ini dengan rela
aku mencintaimu dan melupakan mu
Selasa, 27 Oktober 2015
Rabu, 21 Oktober 2015
kepergian mu
Aku benci kamu! Benci, tega banget kamu
ninggalin aku, kamu minta aku nunggu kamu. Tapi kenyataanya apa Riz, kamu
ninggalin aku. Kamu tahu gimana perasaan aku. Sakit Riz, sakit. Dasar
pembohong!
Tapi percuma, sampai aku nangis darah pun kamu
juga gak bakalan kembali, Allah udah ambil kamu dari aku untuk selamanya. Tiga
tahun lalu, di Taman Kenangan,
“Sayang,
hari ini aku mau pergi, tapi yakinlah aku pasti pulang, dan kamu harus bisa
sabar dan tegar hadapi kenyataan yang ada ya!. Jaga dirimu baik-baik, jangan
lupakan shalat lima waktu, dan jadikan sabar dan salat sebagai penolongmu.”
Katamu waktu itu, dan menjadi kata terakhir darimu yang ku dengar, dan kamu
kecup dahi ku untuk yang terakhir kalinya juga.
Dan setelah hari itu, tak pernah lagi ada kabar
tentang mu, dan selama itulah aku sselalu menanti dirimu tanpa kepastian, tak
pernah lelah aku mencari kabar tentang mu, meski hasilnya nihil, dan sampailah
batas di mana aku harus pasrah, merelakan dirimu pergi. Karena aku juga tahu
resiko menjadi dirimu, mengabdi pada Negara yang saat ini tengah kacau balau.
Aku menerima dengan lapang dan melupakan.
Dan
saat aku telah rela, seorang sahabat datang kepadaku hembuskan kabar tentang
mu, dan saat itu aku juga sadar betapa aku belum bisa sepenuhnya rela
melupakanmu, aku masih menyimpan cinta, kamu masih menjadi seseorang yang aku
nanti, dan sangat berarti. Aku bahagia mendengarnya.
Berbekal
informasi darinya, aku kembali mencari mu, namun lagi-lagi ku harus kecewa.
Setelah sekian kali aku bertanya, semuanya, semua informasi mereka membawa ku
ke sini, sepetak tanah merah bertabur mawar tengah menanti ku.
Hati rapuhku kembali terguncang, dan aku harus
hadapi kembali kenyataan ini dengan kesendirian. “Mas Fariz, aku selalu
mencintaimu, semoga Allah memberi mu tempat yang terindah, dan mengumpulkan mu
dengan orang-orang yang beruntung.”
Ya
Allah, beri aku kekuatan tuk arungi kehidupan ini, sabarkan aku dalam
menghadapi kenyataan hidup yang pahit. Beri aku ganti yang lebih baik, dan
jadikan aku yang terbaik untuknya, dan jjadikan aku ibu yang baik untuk
ana-anak ku kelak.
Selasa, 20 Oktober 2015
suami untuk Fathimah
1
“Jodoh,
rizki dan mati adalah tiga hal yang rahasia dan hanya Allah yang mengetahuinya,
tapi tak mustahil untuk orang yang dekat dengan-Nya dibukakan tabir tentang
tiga hal itu.
Jika dia
bukan jodohmu, selama apapun kau mengenal dan bersamanya, kau tidak akan bisa
menolak takdir yang memisahkan, tapi jika dia memang jodohmu dia akan datang padamu
meski tanpa isyarat apapun.”
***
Di sebuah kamar tampak seorang gadis sedang
sibuk menghafal al-qur’an, dia Fatimatuz Zahra, gadis cantik, cerdas, dan baik
hati, diusianya yang sekarang menginjak tujuh belas tahun dia sudah hatam menghafalkan
al-qur’an. Karena kecerdasan dan kebaikannya dia sangat terkenal di pesantren
yang ditinggalinya, PonPes “Raudhatul Qur’an”, dan banyak dari kalangan santri
banin kelak ingin menjadi pendampingnya, tapi tidak berani bilang karena merasa
tidak pantas. Tapi tidak dengan seorang Muhammad Fathur Rahman, dia sangat
mencintai dan mengenal Fathimah, mereka berteman sejak kecil namun sejak kata
baligh ada dia tak lagi bisa menemui dan bertemu dengan Fathimah.
“Fathur ayo cepet!” Seru seorang
santri banin banin bernama Rizky.
“Iya sebentar!”
Hari ini
ada tabligh dalam rangka memperingati Maulidur Rasul yang diadakan di masjid
pesantren.
“Ngapain Thur dari tadi
tengak-tengok terus, ada penguntit ya?”
“Norak kamu gak ada apa-apa koq.
Rame ya?”
“ Ya.”
“Astaghfirullah!”
“Ada apa Thur?”
“Gak apa-apa koq!” Ya Allah
maafkan hambamu ini yang lalai, memikirkan dia berharap melihatnya.
***
“Assalamu’alaikum Ali!” sapa Ahmad
Rayyan kepada temannya.
“Wa’alaikum salam, masuklah!”
“Sibuk gak?”
“Tidak.”
“Sudah selesai
ya beres-beresnya?”
“Sudah
selesai dari kemarin.”
“Uh, kau
ini selalu cepat, sudah sangat rindu ibumu ya?”
“Pastilah
An,” jawab Ali tersenyum, “sudah jam Sembilan nih, dhuha yok!”
“Baiklah.”
Muhammad
Ali dan Ahmad Rayyan adalah teman akrab di PonPes “Darul Amin”. Pesantren yang
terkenal mendidik muridnya agar bisa berdakwah dan belajar berbagai tertib
ilmu.
***
“Aisyah!” Panggil Fathimah kepada
temannya yang juga putri dari pengasuh sambil terus meraba-raba kantong
gamisnya dan terlihat gelisah.
“Ada apa Fathimah?” Aisyah heran
dengan Fathimah yang kasak-kusuk sendiri. “apa yang kamu cari?”
“Sapu tangaan ku Ais, apa kamu
melihatnya?”
“Bukankah kamu tadi membawanya ke
masjid?” tanya Aisyah heran.
“Iya,
tapi seingatku saat mau pulang aku sudah memasukkannya ke kantong.”
“Bisa jadi terjatuh, kalau tidak di
jalan mungkin di masjid!”
“Jangan nakut-nakutin aku donk Ais!”
“Aku gac nakut-nakutin kamu kamu,
iya deh nanti aku coba carikan.”
“Beneran ya? makasih.”
“Iya sama-sama.”
***
Setelah
semua undangan pulang, santri-santri banin mendapatkan tugas untuk membersihkan
masjid dan halamannya dari sampah dan perlengkapan dekorasi. Terlihat di antara
mereka Fathur sedang menyapu di bekas tempat duduk santri banat.
“Sapu
tangan?” tanya Fathur dalam hati, kemudian membuka lipatannya “Fathimah, ini
milik dia kan?” Fathur sangat mengenali sapu tangan itu, begitu juga
aromanya. Karena sapu tangan itu adalah hadiah darinya.
“Ya
Allah rencana apa yang telah kau takdirkan dengan kembalinya sapu tangan kepada
ku?”
“Fathur
cepatlah sedikit kau menyapu!”
***
Sore
hari Aisyah pergi ke banin untuk mencari sapu tangan Fathimah, di sepanjang
jalan dia tidak menemukannya, setibanya di masjid, masjid sudah bersih. Aisyah
memutuskan menemui Muhammad Rizky, santri banin yang akrab dengannya, karena
semenjak Aisyah SD dia menjadi tukang antar jemput Aisyah ke sekolah selain itu
Rizky juga pernah dinikahkan dengan kakak Aisyah, Zainab. Nikah untuk mencari
mahram.
“Kak
Rizky….!” panggil Aisyah di depan kamar
“Iya
ada apa Aisyah?” jawab Rizky yang sudah hafal dengan suara Aisyah, sambil
memakai kopiahnya keluar menemui Aisyah.
“Kak,
kakak waktu beres-beres masjid tadi melihat sapu tangan gak?”
“Sapu
tangan?” Ais mengangguk “Gak tuh, soalnya bukan kakak yang nyapu tapi Fathur.”
“Sekarang
kak Fathurnya ada di mana?”
“Masjid.”
“Ya
sudah deh aku pulang duluan.”
“Mau
ditanyakan ke Fathurnya gak?”
“Gak
usah deh, assalamu’alaikum kak.”
“Wa’alaikum
salam, hati-hati!”
Saat Ais keluar gerbang banin, Fathur keluat
dari masjid dan sekilas dia melihat Ais keluar.
“Assalamu’alaikum.”
ucap Fathur saat sampai di kamarnya.
“Wa’alaikum
salam.” Jawab Rizky.
“Aisyah
ya?”
“Iya,
menanyakan sapu tangannya.”
“Sapu
tangan?” ucap Fathur lirih tapi cukup bisa didengar Rizky.
“Apa
kamu melihatnya?” Fathur menggeleng
“Saat
ini aku tidak melihatnya!”
***
Malamnya
ba’da isya’ Ais member tahu Fathimah perihal sapu tangannya
“Fathur?”
tanya Fathimah penasaran
“Iya,
yang nyapu itu ka’ Fathur. Kenapa?”
“Gak
apa-apa kok.”
“Oh
ya sudah aku mau tidur.”
“Ya
tidurlah!”
Tidak berselang lama Ais sudah terlelap di
samping Fathimah.
“Ya Allah jagalah diriku dari kejahatan yang
tercipta karena hilangnya sapu tangan ku dan ku ikhlas dengan semua takdir Mu”.
***
“Ya Allah, berdosakah aku jika aku
menyimpan sapu tangan ini sebagai obat rindu ku kepadanya. Ya Allah lindungi
dia selalu, dan maafkan aku jika aku memikirkannya”.
***
2
“Ali!” Panggil Rayyan saat mereka sedang duduk
di padang rumput belakang asrama.
“Iya
ada apa?”
“Aku
memintamu menjadi adik ku.”
“Maksud
mu? bukankah selama ini aku sudah menjadi adik mu, umurmu lebih tua dari ku.”
“Bukan
itu maksud ku.”
“Terus?”
tanya Ali menatap Rayyan heran
“Aku
ingin kau menikah dengan adik ku!” Ali terkejut “Umur kamu kan sudah dua puluh delapan sudah cukup
matang bagi ku untuk menikahi adik ku dan menjaga adik ku.”
“Menikahi
adik mu?” Ali heran, Rayyan hanya mengangguk. “Memangnya kamu punya adik?”
“Astaghfirullah,
maaf aku belum cerita perihal adik ku.” Ucap Rayyan menepuk bahu Ali. “Iya aku
punya adik namanya Fathimah, sekarang dia mondok di Raudhatul Qur’an, aku
sangat sayang dengannya dan aku hanya ingin laki-laki yang baik untuk nya.”
Royyan menepuk bahu Ali “Dan orang itu kamu.”
Ali
menunduk “Rasanya aku tak pantas.”
“Kenapa?”
“Adik
mu pasti orang yang sangat cantik, baik seperti halnya kamu.”
“Uh
kamu Ali jangan m erendah, dan kamu juga jangan menolak. Ibu mu juga ingin kamu
segera menikahkan?, lagian aku juga sudah cerita ke abah dan beliau setuju.”
Ali terkejut dengan pernyataan Rayyan barusan.
“Iya
abah setuju dengan usul ku.” Jawab Rayyan meyakinkan Ali yang Nampak terkejut.
“Dan nanti kita pulang bareng ke rumah kamu dan menjemput ibu mu sekalian
membeli mahar.”
Ali
hanya diam
“Kamu
kenapa, gak stuju ya?” tanya Rayyan
“Bukan
begitu, apa ini tidak terlalu cepat, kamu juga musyawarah dulu dengan rencana
mu ini,”
“Lalu,
kamu setuju?”
“Siapa
sih yang mau menolak tawaran seperi ini, tapi apakah adik mu sudah tahu dan
setuju?”
“Adik
ku tidak tahu dan sengaja memang gak diberitahu, kami tidak ingin memecah
konsentrasinya, dan kamu ketemu dia nanti satu tahun lagi.”
“Baiklah,
kalau begitu maumu, aku setuju. Dan besok sebelum pulang temenin aku beli mahar
di sini aja.” Rayyan mengangguk dan tersenyum.
“Gak
terasa ya sudah lima tahun berlalu, lima tahun sudah kita berteman, dan
sebentar lagi kamu akan menjadi adik ipar ku, hahaha.” Ali hanya menanggapi
dengan senyuman.
***
“Saya
terima nikahnya Fathimah Azzahra binti K.H. Muzazin ‘Arief, dengan mas kawin
seperangkat alat shalat dibayar tunai.”
“Alhamdulillah,,
bismilahirrahmanirrahim…….” K.H. Muzazin ‘Arief memimpin do’a,
Setelah
selesai doa Ali memeluk ibunya, mertua dan Rayyan dan menyalami para undangan.
Pernikahan itu hanya dihadiri keluarga dekat dan tanpa kehadiran Fathimah yang
juga tidak tahu dengan pernikahan itu. Entah, Ali juga tidak bisa membayangkan
bagaimana reaksi Fathimah kelak saat dia tahu dia sudah dinikahkan tanpa
sepengaetahuannya.
Satu tahun lagi Ali baru bisa
menemui istrinya, selama itu dia mengamalkan ilmunya dan berusaha membangun
rumah untuk dirinya dan Fathimah kelak. Sebenarnya Abinya Fathimah sudah
memberinya rumah dan mobil, tapi Ali menolaknya dan karena Abinya Fathimah
memaksa akhirnya dia hanya menerima mobilnya. Ali berencana rumah di desa jauh
dari keramaian dan rumahnya yang dulu akan dia fungsikan untuk rumah singgah.
***
Setelah lulus nanti Fathur berencana melamar
Fathimah, berarti itu satu tahun lagi. Selama ini dia menghemat uang sakunya
untuk modalnya nanti dia menikah, cincin pun sudah dia siapkan. Tanpa dia sadar
takdir berbeda dengan inginnya.
***
3
Satu
tuhan berlalu.
Hari ini
Ali dan Rayyan akan menjemput Fathimah. Rumah miliknya juga sudah ditempati dia
dengan ibunya dan beberapa hari lagi akan didatangi oleh hawa untuk Ali.
Gerbang pesantren sudah nampak, Ali dan Rayyan
sowan dulu ke pengasuh K.H. Lutfi dan Nyai Halimah. Dan kebetulan K. Lutfi
sedang bersantai di pendopo depan rumah,
“Assalamu’alaikum
bah.” sapa Rayyan
“Wa’alaikum
salam.” K.Lutfi menoleh ke arah suara dan memperhatikan si pemberi salam
“Rayyan! kamu Rayyan kan ?” Abah Lutfi berdiri dan menyalami Rayyan.
“IyaAbah.”
Rayyan tersenyum dan Abah Lutfi memeluknya
“Ini
temanmu?” Abah melihat Ali dan menyalaminya
“Iya
Bah, dan juga suami Fathimah, namanya Ali.”
“Suami
Fathimah?” tanya Abah meyakinkan “Tapi bukannya tidak ada pulang?”
` “Abah
langsung menikahkan Fathimah tanpa memberi tahunya.”
“Kasihanlah
Fathimah, eh ayo masuk!”
“Tidak
usah Bah, di sini saja.”
“Ya
sudah kalau begitu Abah masuk sebentar.”
Tak lama kemudian Abah keluar dengan diikuti
santri yang membawa baki berisi minuman dan makan ringan.
“Silahkan
diminum dulu!” Abah mempersilakan. “Ayahmu memang selalu begitu, tidak
musyawarah dulu.” Rayyan hanya tersenyum “Kau Ali, sangat beruntung bisa
menikahi Fathimah, ya meskipun Fathimah juga tidak tahu, hahaha.” Yang
dibicarakan menunduk malu. “Banyak sekali santri ingin menikahi Fathimah, tapi
tidak berani. Kecuali ….” Kalimat abah menggantung, “Ah, nanti kamu juga akan
tahu sendiri, dia sangat mencintai Fathimah dan rencananya tahun ini dia ingin
melamarnya, tapi terlambat dia, jangan cemburu ya kau Ali!” Gurau Abah.
“Mana
mungkin dia cemburu Bah, melihat orangnya saja tidak pernah.” Jawab Rayyan.
“Kapan
kau menikahi Fathimah Li?” tanya Abah berpaling kea rah Ali,
“Satu
tahun yang lalu Bah.”
“Sudah
lama ya, kenapa Abahmu tak mengundang aku An?” tanya Abah ke Rayyan.
“Lalu
apa aku ini tak kau anggap keluarga dekat kalian, jahat kali ayah mu Rayyan.”
Abah tertawa dengan ucapannya “Meski aku ini sudah tua aku masih kuat lah jalan
jauh.”
“Eh,
apa kau tak ingin ketemu Fathur?”
“Setelah
ini Bah,”
“Oh
kalau begitu temui dia dulu, kau pasti sudah kangen dia kan.”
“Iya
Bah, kalau begitu saya pamit dulu?” pamit Rayyan diikuti Ali.
“Iya,
iya.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum
salam.”
Rayyan dan Ali kemudian berjalan ke area santri
banin untuk menemui Fathur. Oh iya, K. Lutfi dan K.Arief adalah teman akrab
selama nyantri dulu.
***
“Assalamu’alaikum”
ucap Rayyan di depan kamar father. Setelah bertanya ke anak-anak santri,
akhirnya mereka menemukan kamar Fathur yang sangat mudah ditemukan karena
berdekatan dengan masjid.
“Wa’alaikum
salam, kak Rayyan!” Jawab si penjawab yang tak lain Fathur sendiri, langsung
menyaminya dan memeluknya.
“Lama
sekali, kau tidak datang kesini, bukankah kau sudah setahun yang lalu pulang,
bagaiman akabarmu?”
“Iya
maaf, kabar ku Alhamdulillah, kau sendiri?”
“Seperti
yang kau lihat, Alhamdulillah.”
“Oh
ya, kenalkan ini namanya Ali, Ali ini Fathur.” Yang disebutkan namanya langsung
bersalaman.
“Fathur,”
“Ali.”
“Ada
berita gembira ingin aku sampaikan ke kamu,” lanjut Fathur,
“Oh
ya, Alhamdulillah, apa itu? tapi masuklah dahulu sebelum bercerita!”
“Makasih,”
“Aku
ambilkan minum dulu yah?”
“Tak
usahlah, kami sudah minum.”
“Baiklah,
berita genbira apa yang kau bawa?”
“Fathimah
sudah menikah!” Berita itu begitu menusuk ulu hati seorang Fathur.
“Fathimah?
adikmu?” tanya Fathur tak percaya
“Iya.”
Jawab Rayyan tegas
“Ya
Allah kuatkan hatiku!”ucap Fathur dalam batim
“Kenapa
Fathur?” tanya Rayyan
“Tidak
ada apa-apa.” Yakin Fathutr “Oh ya, siapa laki-laki yang beruntung itu?”
“Dia!.”
Rayyan mengarahkan wajahnya kea rah Ali.
“Kamu
Ali? Selamat untuk kamu, semoga sakinah mawaddah warrahmah. Kamu sangat
beruntung sekali, Fathimah gadis yang baik, jadi jaga dia!”
“Ya,
terimakasih, semoga kelak kamu juga mendapatkan istri yang terbaik.”
“Amiiinn.”
Jawab mereka bertiga secara serempak.
“Kapan
kamu pulang Fathur?” tanya Rayyan
“Insyaallah
sore nanti.”
“Ya
sudah kami pulang duluan yaa, biar gac kesorean.” Pamit Rayyan.
“Iya,
iya silahkan hati-hati di jalan!”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Jawab Fathur sambil mengantarkan tamunya ke pintu.
Sabar
dan tabah itulah yang dilakukan oleh seorangMuhammad Fathur, pasrahkn semuanya kepada Allah. Tak
pantass baginya meratap karena kehilangan kekasih dunianya yang bukan
mahramnya.
***
“Assalamu’alaikum,
kak Rayyan!” Ucap Fathimah langsung memeluk kakaknya.
“Wa’alaikum
salam, gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah,
kenapa baru dating sih kak? pulangnya kan sudah setahun yang lalu.” Ali yang
kehadiranya tanpa disadari Fathimah, tersenyum melihatnya, bahagia.
“Ya,
maafkan kakak.” Tangan Rayyan mengelus kepala Fathimah, buka donk cadarnya,
kakak udah lama gac melihat muka kamu.” Fathimah menuruti kakaknya, Ali yang
melihatnya langsung terpesona dengan kecantikannya, berkali-kali dia memuji
asam Allah. “Subhanallah, kamu tambah cantik aja!.”
“Astaghfirullah!”
Fathimah kembali memasang cadarnya, begitu dia menyadari kehadiran Ali.
“Ada
apa?” tanya Rayyan yang sebenarnya sudah tahu dengan sebab keterkejutan
Fathimah, Fathimah hanya melirik ke arah Ali dan Rayyan hanya tersenyum. “Kamu
sudah beres-beres kan?” Fathimah mengangguk, “Ya sudah kita langsung pulang
saja, di mana barangnya?” dan Fathimah hanya menjawab dengan menunjuk ke arah
luar ruangan.
Tanpa diminta Ali langsung tanggap mengambil
barang-barang Fathimah dan memasukkanya ke bagasi mobil, melihat sikapnya
Fathimah mengira Ali adalah sopir.
“Pamitan
dulu lah kak?”
“Iya
abah dan ummi sudah menunggu di luar.”
Setelah
berpamitan mereka langsung pulang, di sepanjang perjalanan benak Fathimah
dipenuhi berbagai pertanyaan, siapa orang yang bernama Ali itu, kakaknya Rayyan
memperkenalkannya pada orang yang bernama Ali itu, dan menyuruhnya duduk
disampingnya, dan juga mengobrol. Kalau begini perkiraan kalau Ali itu sopir
salah besar,
Jam satu siang, mereka bertiga akhirnya sampai
di rumah, keheranan Fathimah bertambah dengan keakraban orang tuanya dengan
Ali, Ali juga mencium tangan umminya.
Setelah membersihkan diri dan shalat Fathimah
langsung ingin istirahat, tapi sebelumnya dia mengobrol dengan umminya.
“Ummi,
Ali itu siapa ummi, kenapa dia mencium tangan ummi dan kenapa kakak juga
menyuruhku duduk di sampingnya dan ngobrol dengannya?” Fathimah memberondong
umminya dengan berbagai pertanyaan tapi satu inti yaitu, tentang Ali.
“Memang
kakak belum cerita ?” ummi Zainab balik bertanya,n
“Tidak,
hanya saja tadi abah Lutfi dan ummi Halimah mengucapkan selamat kepadaku, dan sakinah
mawaddah warrahmah…” Fathimah terdiam, dia menyadari sesuatu, “ummi, apa Ali
itu suami Fathimah?”
“Iya,
dia suami mu.” jawab ummi Zainab tersenyum
“Benarkah?”
Fathimah kembali bertanya, ummi Zainab tersenyum meyakinkan dan menceritakan
tentang pernikahan itu.
Ya Allah, tumbuhkanlah cinta dalam hatiku untuk
ku persembahkan kepada suamiku.
***
4
“Assalamu’alaikum,” ucap seseorang sambil
mengetuk pintu kamar Fathimah
“Wa’alaiku salam, masuklah!”
“Sudah siap semuanya?” tanya si
pengetuk pintu yang tak lain adalah Rayyan, begitu mendapati Fathimah sedang
duduk santai di atas ranjang.
“Alhamdulillah kak, sudah selesai
semuanya.”
“Kalau begitu turun yuk?” ajaknya
sambil mengulurkan tanganya ke arah Fathimah.
“Kak, nanti bakalan kangen gac
dengan Fathimah?”
“Pasti donk.” Jawab Rayyan sambil
mencubit hidung Fathimah, Fathimah meringis, sakit.
***
Seminggu Fathimah di rumah dan hari ini
Fathimah diboyong Ali ke rumah mereka, ya perpisahan yang membahagiakan,
Fathimah kini sudah menjadi tanggung jawab Ali. Lantunan ayat-ayat suci
Al’qur’an menemani perjalan Ali dan Fathimah.
“Fathimah?” ucap Ali membuka
percakapan setelah lama mereka saling diam,
“Iya?” Fathimah menoleh ke arah Ali
tapi Ali tak kunjung bicara, dan Fathimah masih saja menatap kea rah Ali,
Fathimah merasa ada yang aneh dengan dirinya, ada sesuatu yang indah dalam
hatinya. Dan tanpa disadarinya orang yang menatapnya kini juga sedang
menatapnya,
“Fathimah?” panggil Ali, melihat
yang dipanggilnya tak merespon Ali memanggilnya lagi,
“Iya?” Fathimah tersentak, dan
wajahnya merona malu,
“Bicaralah! Dari tadi diam terus.”
“Mmmm… bicara apa? Aku tidak tahu.”
Fathimah bersyukur Ali tidak menanyakan perihal dia menatapnya.
“Bicara apa saja, atau kalau gac
ceritakan saja pengalaman mu.” Ali menatap Fathimah, dan melihatnya hanya
menunduk, ia pun menegurnya. “Jangan menunduk terus donk, coba lihat keluar!
Banyak pemandangan yang kamu lewati.” Fathimah menuruti, Ali tersenyum.
“Ish, ini orang buat aku mal
uterus, ish pipiku panas, kenapa juga aku jadi gugup begini.” Batin
Fathimah
“Yuk turun!” ajak Ali sambil
menyenggol lengan Fathimah yang tengag tertidur.
“Apa kita sudah sampai?” tanya
Fathimah heran dengan keadaan sekitarnya yang mirip seperti restoran.
“Belum, kita mampit di sini saja dulu.
Kamu pasti sudah kehausan kan?” Fathimah mengangguk turun mengekor di belakang
Ali.
“Jangan di belakang ku!” Ucap Ali
sambil menggandeng Fathimah, menariknya ke sampingnya. Ali mencari mata
Fathimah, mencoba membaca apa yang difikirkan gadis itu di balik cadarnya.
“Allah tolong aku, aku gugup.”
Batin Fathimah.
“ Kau mau minum apa?” tanya Ali
begitu mereka sampai di sebuah café.
“Terserah kakak saja.”
“Baiklah.”
***
Setiap orang itu punya takdir
sendiri-sendiri tak ada yang sama, dan kini kamu sudah menjadi milik orang
lain. Semoga bahagia. Aku yakin Allah punya rencana yang lebih indah dan lebih
baik.
Tulis
Fathur di diary nya, kemudian dia menutup dan memasukkannya ke dalam kotak,
untuk disimpan dan tidak akan membukanya kembali, kisah tentang seorang
Fathimah.
Untuk orang yang sabar Allah pasti punya
rencana yang indah.
“Assalamu’alaikum” tok, tok, tok…
“Wa’alaikum salam.” Jawab Fathursambil berdiri
dan membukakan pintu. “Hai Rayyan, apa kabar? Masuklah!”
“Terimakasih.”
“Ada kabar apa yang membuat mu datang?”
“Silaturahmi lah Tur, sekalian aku mau mengajak
kamu sowan ke tempat abah Lutfi, tadi pagi beliau menelpon.”
“Kapan?”
“Hari ini.”
“Baiklah, aku siap-siap dulu.”
“Iya, ajak ibumu sekalian ya! Ku tunggu di
luar, nanti pakai mobilku saja!”
“Iya.”
***
“Begini bu, saya ingin ibu merestui anak ibu
menikah dengan saya!” Pinta Nyai Halimah kepada ibu Rosidah, ibunya Fathur.
“Maksud ibu dengan Aisyah?” bu
Rosidah terkejut beliau menyangka Fathur akan dinikahkan dengan Aisyah yang
masih berusia lima belas tahun.
“Bukan bu, tapi dengan anak saya
Faizah, yang sekarang kuliah di Mesir, dan dua hari lagi dia datang.” Terang
Nyai Halimah.
“Kalau saya terserah Fathurnya saja,
saya setuju-setuju saja asal itu baik untuk Fathur bu.”
***
Ya rencana Allah itu memang selalu
indah, seminggu kemudian setelah kepulangan Faizah ke Indonesia, Fathur dengan
Faizah menikah. Dan Aisyah sangat bahagia, karena keinginannya agar Fathur
menjadi kakak iparnya akhirnya kesampaian juga.
Dan lebaran tahun ini keluarga besar
Kyai Lutfi dan Kyai Muzazin berkumpul, suasananya begitu menyenangkan. Dan
hanya menunggu Rayyan menikah, entah siapakah gadis beruntung itu.
***
Cinta itu suci, jadi jangan
pernah kau nodai dia. Cinta itu mulia, jadi jangan kau hinakan dia. Jangan persembahkan
cinta untuk seseorang yang bukan jodohmu. Biarkan dia perawan sampai kamu
menikah dan kamu berikan untuknya, suami mu.
Langganan:
Postingan (Atom)