Aku dan kamu yang berbeda, hidup
yang berbeda. Hidupku yang dalam keterasingan, mencintai, mengagumi kamu. Meski
hanya mampu menatap aku tetap bahagia. Ya karena cinta itu bahagia untuk kamu.
***
Lama sudah aku berdiri di sini di batas
kehidupan kita, yang tak tahu kapan batas itu akan runtuh. Di bawah mentari
pagi aku menatapmu, tersenyum sengan ceria, kamu pergi sekolah dan aku
terkadang aku tersenyum sendiri saat kamu terlambat dan ibumu marah harusnya
kamu jangan begitu. Ah, andaikan aku punya seseorang yang bernama ibu, aku akan
membahagiakan dia sepenuhnya, dan aku yakin dia pasti akan membantuku
menghadapi masalah ini. Aku bosan, lelah hidup seperti ini, terlalu banyak
tuntutan. Aku tak pernah tahu di mana ibuku, kata mereka yang disebut pelayan,
aku makhluk istimewa tak perlu ibu untuk ada, hanya perlu tahu tugasku apa.
***
3 Maret, genap delapan tahun aku selalu
memperhatikanmu, hingga aku hapal semua kegiatanmu, tapi kini kehidupan kita
telah berubah. Setelah sekian lama hanya belajar dan belajar, kini aku memasuki
ruang baru, dan aku kini mampu memperhatikan mu lebih dekat, saat itulah aku
tahu perasaanku, rasa indah yang menggelitik dalam hatiku dan sekaligus
menyakitkan. Kamu pergi dengan seseorang yang tak pernah ku tahu, kamu
menggandengnya dan menatapnya dengan tatapan yang begitu lembut menenangkan.
Tatapan yang selama ini ingin kudapatkan bukan hanya tatapan tunduk dan takut.
Tapi…kapan.
***
Cinta itu untuk bahagia bukan menderita karena
itu saat aku mulai tahu perasaan itu, saat itu juga aku harus membuat sebuah
keputusan, melupakanmu, kamu bahagia, tetap mencintai, aku kehilangan kamu.
Karena saat aku mencintaimu, jiwamu akan terhapus dan kamu hanya akan
melayaniku. Tapi aku tak mau, aku ingin kamu tetap ada dan bahagia tanpa harus
kamu tahu sang malaikat tertinggi mencintaimu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar